Dalam bulutangkis, Anda mendapat angka apabila lawan melakukan kesalahan. Hal sama berlaku dalam politik, kata Wakil Presiden Jusuf Kalla. Komentar ini layak diperhatikan saat Indonesia menuju tempat pemungutan suara untuk memilih presiden pada 17 April 2019. Jika strategi kampanye seorang calon presiden itu disalahartikan atau keluar jalur, capres itu dapat menghadiahkan kemenangan bagi pihak lawan.  

Dalam pemilihan presiden ini, Joko “Jokowi” Widodo beradu melawan Prabowo Subianto untuk kedua kalinya. Pada 2014, Jokowi mengalahkan jenderal tiga-bintang purnawirawan TNI-AD ini. Kini Jokowi berniat mengulangi kemenangan tersebut. Untuk membungkam kritik bahwa kesalehan islamnya kurang, Jokowi memilih ulama Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presidennya. Sementara itu, Prabowo menunjuk Sandiaga Salahuddin Uno, pengusaha kaya dan mantan wakil gubernur Jakarta, sebagai pendampingnya. Periode kampanye, sebagaimana ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), berlangsung dari 23 September 2018 hingga 13 April 2019.

Jokowi memimpin (sejauh ini)

Pilpres masih beberapa bulan lagi, tetapi jajak pendapat akhir tahun memproyeksikan Jokowi dapat memenangi lebih dari 50% suara. Bagaimanapun, Prabowo masih punya cukup waktu untuk membujuk para pemilih yang belum menentukan pilihan. Survei dari portal berita harian Kompas yang independen memproyeksikan Jokowi-Ma’ruf meraih 52,6% suara dan 32,7% dikantongi Prabowo-Sandiaga. Sementara itu, masih ada sekitar 14,7% responden yang memilih untuk merahasiakan pilihan mereka.

Members only

Log in or

Join New Naratif as a member to continue reading


We are independent, ad-free and pro-democracy. Our operations are member-funded. Membership starts from just US$5/month! Alternatively, write to sponsorship@newnaratif.com to request a free sponsored membership. As a member, you are supporting fair payment of freelancers, and a movement for democracy and transnational community building in Southeast Asia.

Warief Djajanto Basorie - New Naratif

Warief Djajanto Basorie

Warief Djajanto Basorie reporter Kantorberita Nasional Indonesia, KNI, di Jakarta dari 1971 hingga 1991 dan pada waktu bersamaan menjadi koresponden Indonesia untuk DEPTHnews Asia yang berkantor pusat di Manila (DNA 1974-1991). Pada 1991, Warief bergabung dengan Lembaga Pers Dr. Soetiomo, LPDS, sebuah sekolah jurnalisme di Jakarta, sebagai pengajar dan pelaksana lokakarya-lokakarya jurnalisme tematik. Ia menjadi manager proyek tiga putaran lokakarya meliput perubahan iklim dari 2012 hingga 2017. Lebih dari 600 wartawan di provinsi-provinsi di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, daerah-daerah mana rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan gambut yang mengemisikan karbon, pernah menjadi peserta.