Pada 12 April 2020, Lucya Chris Pardede terpaksa pulang ke kampung halamannya di Medan dari Jakarta. Hari itu, ia mendapat kabar bahwa ayahnya, Santun H. Pardede, baru saja meninggal dunia pada usia 79 tahun akibat penyempitan pembuluh darah.
Berbagai pertanyaan segera menyerbu Lucya. “Kenapa ayahku meninggal sekarang? Mengapa ini harus terjadi sewaktu pandemi virus corona?”
Bagaimanapun, tidak ada orang yang tahu kapan kematian akan datang. Ketika ajal tiba, semua orang, baik yang meninggalkan dan ditinggalkan, hanya dapat menghadapinya dengan setegar mungkin. Semua ini dapat terjadi ketika dunia tengah menghadapi situasi terburuk, seperti dikacau-balaukan sebuah pandemi.
Members only
Log in or
Join New Naratif as a member to continue reading
We are independent, ad-free and pro-democracy. Our operations are member-funded. Membership starts from just US$5/month! Alternatively, write to sponsorship@newnaratif.com to request a free sponsored membership. As a member, you are supporting fair payment of freelancers, and a movement for democracy and transnational community building in Southeast Asia.
