Gemuruh mesin perahu kami begitu memekakkan telinga, namun samar-samar aku berhasil menangkap perkataan Dhesly: kami tengah menuju Lorang, sebuah desa yang terletak jauh di pedalaman Aru. Dhesly sendiri belum pernah mengunjungi Lorang, namun belum lama ini ia baru tahu bahwa desa itu adalah kampung halaman para kerabat terakhirnya yang masih hidup di kepulauan Indonesia timur ini.
Meski secara administratif merupakan bagian dari provinsi Maluku, pada kenyataannya Kepulauan Aru begitu jauh dari pulau-pulau Maluku lainnya atau daratan manapun. Jarak Aru dari ibukota Jakarta hampir sama dengan perjalanan melintasi benua Australia dari Perth ke Sydney; tidak hanya itu, baik flora-fauna maupun kondisi geologi Aru—yang terdiri dari hampir 100 pulau berdataran rendah—pun lebih mirip dengan Papua dan Australia ketimbang Indonesia bagian barat. Selain perahu yang kami tumpangi, tidak ada satu kapal pun yang terlihat di perairan ini hingga radius sekian kilometer.
Members only
Log in or
Join New Naratif as a member to continue reading
We are independent, ad-free and pro-democracy. Our operations are member-funded. Membership starts from just US$5/month! Alternatively, write to sponsorship@newnaratif.com to request a free sponsored membership. As a member, you are supporting fair payment of freelancers, and a movement for democracy and transnational community building in Southeast Asia.
