Pada Mei 2017, kota Cirebon, Jawa Barat menjadi tuan rumah bagi perhelatan Kongres Ulama Perempuan Indonesia, atau KUPI, yang baru pertama kali diselenggarakan di dunia. Lebih dari 500 peserta menghadiri kongres tersebut, Meski sebagian besar pesertanya adalah ulama perempuan, namun puluhan akademisi dan aktivis hak-hak perempuan juga turut hadir.

Istilah ulama disebutkan hampir di seluruh sumber utama agama Islam, termasuk dalam Alquran dan hadits. Istilah ini secara teknis mengacu pada para cendekiawan secara umum, tetapi kata ulama telah berevolusi secara sosial yang merujuk pada cendekiawan muslim atau pemimpin muslim yang memiliki pemahaman mendalam mengenai sumber-sumber Islam dan mampu memberikan bimbingan spiritual ke komunitas mereka. Sepanjang sejarah Islam, perempuan telah memainkan peran kunci sebagai ulama, memimpin lembaga pendidikan agama, berceramah di masyarakat, dan bertindak sebagai tokoh otoritas sosial. Namun, versi-versi sejarah patriarkal telah mengaburkan upaya-upaya ulama perempuan tersebut.

Kongres selama tiga hari tersebut merupakan momen bersejarah yang merumuskan kecaman atas kekerasan berbasis gender, degradasi lingkungan, dan radikalisme agama. Selain sebagai sebuah wadah untuk mengakui dan merayakan peran yang dimainkan oleh ulama perempuan di Indonesia, kongres tersebut juga melibatkan lebih dari 15 negara peserta. Termasuk pembicara yang merupakan aktivis hak perempuan dari Arab Saudi dan Pakistan.

Members only

Log in or

Join New Naratif as a member to continue reading


We are independent, ad-free and pro-democracy. Our operations are member-funded. Membership starts from just US$5/month! Alternatively, write to sponsorship@newnaratif.com to request a free sponsored membership. As a member, you are supporting fair payment of freelancers, and a movement for democracy and transnational community building in Southeast Asia.