Andarias Lu’ku, 53 tahun, begitu gemar mengadu ayam. Suatu kali, saya bertanya kepadanya: mengapa orang-orang di Toraja suka sekali menonton ayam bertarung sampai mati, dengan taruhan mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah?

Andarias, dengan rambutnya yang telah beruban, hanya tersenyum. Ia mengaku hal ini tidak mudah dijelaskan.

“Tak ada orang yang bisa kaya raya hanya karena uang taruhan ayam,” tegasnya. “Dan kau tak bisa mengukur perlakuan ayam pada pemiliknya hanya karena taruhan. Itu tidak bisa.”

Members only

Log in or

Join New Naratif as a member to continue reading


We are independent, ad-free and pro-democracy. Our operations are member-funded. Membership starts from just US$5/month! Alternatively, write to sponsorship@newnaratif.com to request a free sponsored membership. As a member, you are supporting fair payment of freelancers, and a movement for democracy and transnational community building in Southeast Asia.