Orang-orang suku Dayak Wahea tengah sibuk mempersiapkan upacara adat Nemlen ketika saya tiba di desa Bea Nehas, kabupaten Wahau, Kalimantan Timur. Nemlen dilakukan untuk mempersiapkan seorang anak laki-laki yang akan memasuki masa dewasa; upacara ini dimulai dengan melakukan puasa selama tiga hari dan diikuti oleh seluruh penduduk Dayak Wahea. Mengingat besarnya biaya dan persiapan yang dibutuhkan, Nemlen biasanya hanya diselenggarakan lima tahun sekali dan dianggap sebagai upacara yang sangat penting.

Desa Bea Nehas dengan Nemlen-nya merupakan lokasi dimana saya mulai mendokumentasikan perempuan dan laki-laki suku Dayak yang masih memiliki tato serta daun telinga yang memanjang. Proyek ini dilaksanakan sepanjang bulan Juli dan Agustus 2018 di Kalimantan Timur hingga Kalimantan Utara. Saya harus menempuh empat jam perjalanan darat dari kota Tanjung Redeb di Kalimantan Timur untuk mencapai Bea Nehas; penduduk desa tersebut umumnya menerima pengunjung setiap dua atau tiga bulan sekali.

Di sana, saya bertemu dengan empat orang nenek yang masih memiliki daun telinga yang panjang. Meski telah berusia 80 hingga lebih dari 90 tahun, mereka masih cukup tangguh untuk mencuci baju dengan tangan sendiri dan menyelesaikan kegiatan rumah tangga. Mereka menerima saya dengan sangat ramah—menawarkan saya untuk untuk nginang (mengunyah daun sirih) dan bermalam di rumah mereka.

Members only

Log in or

Join New Naratif as a member to continue reading


We are independent, ad-free and pro-democracy. Our operations are member-funded. Membership starts from just US$5/month! Alternatively, write to sponsorship@newnaratif.com to request a free sponsored membership. As a member, you are supporting fair payment of freelancers, and a movement for democracy and transnational community building in Southeast Asia.