Ditulis dalam bentuk skenario drama, karya Ara menggambarkan esensi ekologi queer seperti yang diteorikan oleh Timothy Morton. Seperti yang disuarakan oleh karakter kecoa dia, “Penguin gay, tupai lesbian, lumba-lumba biseksual, ikan yang berganti jenis kelamin… semua itu ada di sana. Alam tidak memberi label pada hal-hal seperti itu.” Siapa yang bisa berkata tidak pada kecoa yang ahli filsafat?

Peringatan pemicu: Cerita ini mengandung penggambaran percobaan bunuh diri.

Hening. Kita melihat ruangan yang gelap dan kosong. Cahaya temaram jatuh pada sebuah kursi. Seuntai tali gantungan menjuntai di atasnya. Seseorang berjalan sempoyongan masuk ke ruangan. Ia duduk lalu menangis. Setelah beberapa lama, ia perlahan menaiki kursi dan meraih tali gantungan. Ia baru saja mau gantung diri ketika seekor kecoa terbang masuk dan hinggap di wajah orang itu.
    KECOA
Berhenti!

    X
Anjir—kecoa bisa ngomong!?

    KECOA
Benar. Dan aku tidak akan enyah sampai kita bisa ngobrol.

    X
Pergi sana!

    KECOA
Kamu nggak boleh bergerak sampai kita selesai bicara.

    X
Hadeh. Oke.

    KECOA
Nah, kenapa kamu mau melakukan ini?

    X
Karena aku nggak mau hidup lagi.

    KECOA
Kenapa?

    X
Aku memang nggak seharusnya hidup. Aku tuh… nggak alami.

    KECOA
Semua yang ada itu alami.

    X
Iya. Tapi… aku aneh. Aku bukan laki-laki, bukan perempuan.

    KECOA
Jadi? Kamu punya badan dan badanmu berfungsi kan?

    X
Iya tapi aku benci tubuhku.

    KECOA
Tapi tubuhmu bekerja untuk membuatmu tetap hidup. Itulah kerjanya tubuh. Sekarang tugasmu adalah untuk menentukan apa yang mau kamu lakukan dengan tubuhmu itu.

    X
Tapi aku tetap harus melakukan apa yang dilakukan laki-laki atau perempuan, kan?

    KECOA
Siapa yang menentukan itu? Ini kan tubuhmu. Kami para kecoa hanya makan, keluyuran, sosialisasi, kawin. Tapi manusia, kalian memberi arti pada semua kegiatan ini. Kalian membuat banyak hal menjadi sederhana atau rumit, terserah kalian. 

    X
Tapi gimana kalau aku suka… kamu tahu kan?

    KECOA
Kamu kira kamu istimewa? Penguin gay, tupai lesbian, lumba-lumba biseksual, ikan yang berganti jenis kelamin… semua itu ada di sana. Alam tidak memberi label pada hal-hal seperti itu. Mungkin kamu juga tidak perlu repot-repot membuat label. Kita hanya merayakan keberagaman makhluk hidup!

    X
Aku nggak merasa hidupku pantas dirayakan.

    KECOA
Maka rayakanlah kenyataan bahwa kamu hidup di antara kekacauan dunia.

    X
Kekacauan?

    KECOA
Ya. Dalam kekacauan alam semesta, ekosistem entah bagaimana menciptakanmu. Kamu ada.

    X
Capek banget hidup kalau semua orang benci sama kamu.

    KECOA
Heh, lihat aku! Aku bertahan dengan makan remah-remah masyarakat! Manusia benci padaku namun aku bertahan! Aku berjaya karena aku menolak ditindas! Aku hidup lebih panjang daripada yang dikira orang!
    (jeda)
Kita menemukan jalan keluar entah bagaimana caranya. Jika berhasil, ya bagus. Jika nggak berhasil, kita jatuh, kita nangis, kita bersumpah serapah, terus berusaha lagi untuk bertahan lewat cara lain.

    X
Kayak orang tolol.
 
    KECOA
Kalau udah usaha, nggak ada yang tolol.
 
    X
Yah, bisa jadi, sih…
 
    KECOA
Jadi, sebelum kamu melakukan apapun malam ini, aku kasih kamu PR: coba cari tahu siapa dirimu, kamu mau jadi apa, dan bagaimana kamu mau hidup, kemudian cobalah. Coba dulu sebelum kamu memutuskan bahwa nggak akan ada yang berhasil. Bisa?
 
    X
Nggak yakin, sih…
 
    KECOA
Kalau kamu nggak bisa, aku akan menemanimu sepanjang malam. 

    X
Oke oke. Aku akan coba.
 
    KECOA
Coba apa?
 
    X
Coba mencari tahu aku ini siapa dan gimana caranya hidup dengan caraku sendiri.
 
    KECOA
Bagus. Gitu dong.
 
    X
Tapi dipuji kecoa nggak termasuk dalam daftar keinginanku.
 
    KECOA
    (terbahak)
Kamu harus hidup untuk percaya.
Kecoa terbang keluar ruangan. Orang itu perlahan turun dari kursi. Dia bersandar pada kursi dan mencoba menarik napas panjang.
    KECOA
    (dari luar panggung)
Semoga semua yang hidup sesuai jati dirinya bisa bertahan.

Baca cerita-cerita lainnya di season ini:

Ara Tirta is a writer based in Jakarta. Their work revolves mostly around poetry. They occasionally work as an organizer in arts and literary initiatives.

Jes and Cin Wibowo are twin Indonesian writers and artists for comics. They're currently working on a queer Indonesian middle grade graphic novel, Lunar Boy, to be published in the US.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *